Monday, December 30, 2002

Novy Noorhayati Syahfida. Lahir di Jakarta, 12 November 1976. Alumni Fakultas Ekonomi dengan Program Studi Manajemen dari Universitas Pasundan Bandung. Menulis puisi sejak usia 11 tahun. Beberapa puisi masa kanak-kanaknya tersimpan di Majalah Anak-anak Sahabat sedangkan puisi-puisinya yang belakangan pernah dipublikasikan di Harian Umum Pikiran Rakyat dan Lampu Merah, Dian Sastro for President!(AKY-Bentang, 2002, Dian Sastro for President! #2: Reloaded (AKY, 2003), Buletin Raja Kadal, situs sastra http://www.cybersastra.net dan http://www.wacana.net serta beberapa milis sastra di yahoogroups seperti: penyair, bumimanusia, bungamatahari, hitam-putih, karyamelayu, kotan-sastradan lain-lain. Puisi-puisinya juga dapat dinikmati di beberapa situs pribadi yaitu: http://syahfida.blogspot.com dan http://aku_ini_senja.blogspot.com. Saat ini tinggal di Jakarta. E-mail: syahfida@yahoo.com



B I A R

(happy b’day, rief!)

biar kutuliskan syair ini
agar aku tak lagi menangis
menatap kepergianmu

biar kubalut luka ini
bersama rasa cintaku
seiring hilangnya waktu

biar, biar semuanya berlalu
hingga tiba saatnya
aku harus berdiri kembali
menyambut sang pagi

Jakarta, 2 April 1997



AKU INGIN

aku ingin seperti karang
berdiri di tepi pantai
diterjang ombak, ditentang badai

aku ingin seperti samudera
yang bisa menyembunyikan ikan-ikan di dasarnya
yang bisa menenggelamkan kerang-kerang di kakinya
yang bisa melenyapkan buih-buih di sisinya

aku ingin, aku ingin memaafkanmu
seperti karang dengan pantainya
seperti samudera dengan ikan, kerang dan buihnya
tapi aku tak bisa…

(untuk “rief” yang di sana)

* Dimuat di cybersastra.net (21 Desember 2002)



PUKUL EMPAT SORE

aku mengingatmu dalam diam
dalam setiap lekuk tubuhmu
dalam desahmu
gelak tawamu
dan detak jantungmu
kunikmati semua
dalam diamku

Bandung, Guntur Sari Wetan I/7



D I R I M U

masih selalu saja kuukir namamu
ketika senja turun perlahan

masih selalu kulukis bayangmu
ke dalam kanvas biruku

masih dan masih saja dirimu
yang membasahi pipiku
disaat tidur malamku

Bandung, 31 Agustus 1997

* Dimuat di cybersastra.net (3 September 2002)



EPISODE OKTOBER

Prolog :
salahkah aku…
jika dalam tidur malamku
selalu berakhir dengan namamu

salahkah aku…
bila kutanam rinduku
untukmu

salahkah aku…
berkhayal merajut hari
bersamamu

Epilog :
salahkah aku…
bila asa itu telah ada
dan menghapus semua logika
tentang cinta

Bandung, 16 Oktober 1997



SELAMAT PAGI DUNIA

selamat pagi dunia!
akankah kau beri satu cerita
untuk hari ini
agar dapat kumulai pagi

Bandung, depan Gramedia Merdeka

* Dimuat di cybersastra.net (19 Agustus 200) dan Harian Umum Lampu Merah (Rabu 27 November 2002)



J A K A R T A

panas…
debu dan Kali Ciliwung
pedagang asongan di trotoar
sesaknya
bis kota
oleh
pengamen
dan copet jalanan
sedang aku
tak bisa bermimpi

(catatan perjalanan)



SEGORES ASA

: RZ

bila masih ada waktu
kurela mengeja hari yang berganti
menebar benih-benih rindu
agar dapat kuwarnai pagi

bila detik terakhir belum usang
kuingin menerangi malammu
hingga pagi datang menjelang
dan embun mulai bercumbu

bila senja takkan berakhir
kupanjatkan satu asa yang hadir
dalam sgala angan yang ada
semoga pintumu slalu terbuka

Bandung, 13 Oktober 1998



JUM’AT SENJA

senja ini milikku
mungkin milik kita berdua
hingga minggu pagi berlalu
aku masih kangen padamu

Bandung, 5-7 Februari 1999

* Dimuat di cybersastra.net (3 September 2002)



M A A F

: rief

kulihat satu-dua bintang di sana,
di langit tanpa batas
sinarnya yang indah menyentuh sudut mataku
kuhapus dengan ujung jari-jariku
jari-jari yang biasa menyentuh jiwamu,
bahkan juga ragamu
terselip doa berbingkai airmata
yang tiada henti berharap memaafkanmu
suatu hari nanti…

Bandung, 29 Agustus 1999

* Dimuat di cybersastra.net (21 Agustus 2002)



YANG KEDUA

kusisakan satu bunga
untuk kuberikan kembali
saat kita jumpa
suatu hari nanti

(Terima kasih yang tak terhingga untuk “sobat-sobatku”
dari Dunia Maya)

* Dimuat di cybersastra.net (30 Juli 2002)



BARU KEMARIN RASANYA

: lost30y

baru kemarin…
gema tawamu menyibak keheningan
menyapa hari-hariku
arungi samudera waktu

baru kemarin rasanya…
kita bersama
merangkum sebait kata
berbingkai asa

hari ini dan esok lusa…
masihkah kita miliki
satu jalinan berarti
‘tuk dapa kupatri dalam doa

Bandung, 28 Juni 2001



R I N D U

malam ini terasa begitu panjang
seperti rinduku padamu yang tak terhenti
mengharap waktu agar kembali
pada perjalanan cinta nan bergelombang

malam ini terasa amat sunyi
bagai bumi tanpa nafas kehidupan
yang ada hanyalah kesendirian
dan penantian yang tak bertepi

andai malam ini kau di sini
mungkin aku tak lagi bermimpi
atau berkawan bulan
‘tuk merajut asa dan angan

Bandung, 29 Agustus 2001



U N T U K M U

di setiap detik nafasku
adalah dirimu
penuh rindu dan pilu
dalam penantian yang tak juga berlalu

di setiap tetesan airmata
dengan sgala rasa cinta
yang berpijar dalam dada
adalah bait-bait doa

di setiap alunan mimpi
hadirmu mengiris hati
mematri rindu pada janji
‘tuk merenda hari

Bandung, 15 Oktober 2001



L E L A K I

: Mas Indra

lelaki di tengah belantara
terpaku diam tanpa suara
desahmu menyayat, gugurkan dedaunan
di saat riuhnya hujan

lelaki tenggelam digelisahnya malam
berbalut keraguan dalam kelam
dukamu yang terus kau bawa
adalah masa lalu yang tak pernah tiada

lelaki terduduk membisu
menatap lewat celah ragu
mengurai asa satu persatu
‘tuk kembali mengukir waktu

Jakarta, 10 Maret 2002

* Dimuat di Buku on/off #06/2002 (Dian Sastro for President!)



PADA HATI

pada hati yang pernah ada
kueja namamu di atas gerimis senja
rindu, ada yang mencoba mengusik waktu
hingga penatku datang mencumbu

pada jiwa yang slalu merasa
terbakar gairah di ujung pesona
tanggalkan jubah penantian tanpa suara
yang ada hanyalah asa dan cinta

Jakarta, Green Ville 18

* Dimuat di cybersastra.net (19 Agustus 2002)



A K H I R

Sudah. Kita selesaikan saja semuanya di sini
tak ada cemburu, dan tak perlu sakit hati
lalu biarkan aku pergi
menjemput pagi yang kumau

Tak ada. Tak ada yang perlu kau sesalkan lagi
kata-kata yang pernah terucap
atau semua yang mungkin kukecap
tak ada lagi yang harus dipertahankan, di sini

Jakarta, 13 Maret 2002

* Dimuat di cybersastra.net (21 Agustus 2002)



D I N G I N

hujan…
mengusik kota Bandung
dihari senin
dan aku, tak berpayung

Bandung, Senin 8 Juli 2002



AKU INI SENJA

aku ini senja
yang kadang berwarna jingga
namun pernah pula merah menyala

aku ini senja
tempat berlabuh nelayan-nelayan tua
dari hingarnya pekikan samudera

aku ini senja
jangan panggil aku yang lain
karna senja tak meninggalkan sisa

Bandung, 14 Juli 2002

* Dimuat di Harian Umum Pikiran Rakyat (Minggu, 6 Oktober 2002)



JEJAK LANGKAHMU

jejak langkahmu yang tertinggal
saat nyala lampu di mercusuar
belum lagi berpendar
mengingatkanku pada kenangan yang lalu
indah, bagai kelopak mawar liar
di penghujung waktu
samar…
masih dapat kutangkap wangi tubuhmu

Bandung, 21 Juli 2002



SAAT OMBAK BERCERITA

saat ombak bercerita pada samudera
tentang birunya langit di ujung sana
aku terpasung dipelukan bumi
dihiasi pijaran mentari pagi

saat ombak bercerita pada dermaga tua
tentang kokohnya karang di tepi pantai
aku tak jua melangkah pergi
berharap waktu kan berhenti menyapa

saat ombak bercerita pada pepohonan kelapa
tentang ikan kecil yang tertangkap jala
aku pun masih berpijak di sini
menunggu perahumu yang mau kembali

Bandung, 21 Juli 2002

* Dimuat di cybersastra.net (21 Agustus 2002)



KUUKIR SENJA

: RHW

kuukir senja di hatimu
kuberi pelangi pada kerling senyummu
sambil kulukis pantai, ombak dan perahu
di matamu
kubungkus secarik sutra ungu
dan kusimpan diam-diam dalam mimpiku

Jakarta, 22 Agustus 2002

* Dimuat di cybersastra.net (12 Oktober 2002)


DI HALAMAN

daun-daun
disapa angin
gugur berserakan
menjelang hujan

Jakarta, 27 Agustus 2002

* Dimuat di cybersastra.net (21 Desember 2002)



DARI BALIK JENDELA

kutatap senja
di atas jakarta
dari balik jendela
ada semburat jingga
menghiasi angkasa raya
tidurkan barisan burung gereja
dalam mimpi-mimpi cinta

Jakarta, 28 Agustus 2002



TANGIS ADIKKU

: adikku, Melanie

membelah mega
resahkan teratai liar di tepi telaga
saat senja

Jakarta, 28 Agustus 2002



SKETSA MALAM

bintang-bintang berayun
dipuja semilir angin
gagak hitam di ujung dahan
tinggalkan sepotong pesan

Jakarta, 29 Agustus 2002

* Dimuat di cybersastra.net (26 September 2002)


H A M P A

: SB

tak ada lagi kata
tak kembali lagi senja
yang ada hanya serpihan luka
terbenam di dasar jiwa
dipenjara waktu
dilebur haru
bisu…
merajut ragu

Jakarta, 25 September 2002



SAJAK RINDU

dipeluknya senja
sendiri di tepian pematang
dengan selendang usang melambai
menanti kekasih datang kembali
sibakkan rindu yang makin meradang

Jakarta, 27 September 2002



P E R J A L A N A N

di antara lajunya bus antarkota
pohon kapuk dan akasia berlomba lari
awan-awan biru yang berkejaran
wajah-wajah sedih dan gembira yang tertata
silih berganti

di antara gemuruh suara mesin
atap-atap rumah yang beterbangan
obrolan yang kadang memusingkan
dan sedikit cekikik canda
sebagai etika semata

di antara lamunan yang terbuai
dan mimpi yang melena
dinginnya ac yang menghimpit
alunan kidung mengusik telinga
lirih menjerit

perjalanan ini…
ah, telah menjadi sebuah tradisi
(cukup sebulan sekali)

Bandung-Jakarta, 31 Oktober 2002

* Dimuat di cybersastra.net (26 November 2002)



SELEMBAR POTRET (KAU DAN AKU)

berlatar biru muda
tanganmu memeluk erat pinggangku
ada senyum mesra di sudut bibirmu
dan aku tertawa manja

tujuh tahun yang lalu
masihkah kau ingat aku?
atau pupus sudah semua kenangan itu
seperti cintamu yang hanyut ditelan waktu

ingin kukembalikan potret ini
namun senja telah membawamu pergi

Jakarta, 7 November 2002

* Dimuat di cybersastra.net (26 November 2002)



TAK PERNAH

tak pernah kuhitung
berapa banyak tetesan rindu yang membasahi kalbu
dalam setiap pijaran nafasmu yang memburu
pada suatu petang yang lengang

tak pernah kueja
berapa banyak goresan cinta yang tergambar
di antara berkas-berkas senja
yang terserak bersama rumput liar

yang aku tahu, langkahmu slalu mengikuti
tak surut-surut, di setiap rindu yang menetes
tak bosan-bosan, di setiap cinta yang tergores
tanpa terhenti

Jakarta, 8 November 2002



ANAK-ANAKKU KELAK

anak-anakku kelak adalah anak-anak cinta
yang lahir dari rahim suci ibunda
sembilan purnama dalam belaian asmara
berkidung doa di setiap senja
dari bibir milik ayahanda
: kau

Bandung, 20 November 2002

* Dimuat di cybersastra.net (26 November 2002)



KEMATIAN SENJA

senja telah mati…
dalam pekik sunyi nelayan pantai
terkurung bersama ribuan camar tua
yang terluka

senja telah mati…
dalam buaian ombak samudera
saat malam menjerat tepian dermaga
sebelum bulan menunaikan janji-janji

senja telah mati…
pukul lima tadi
maka tolong katakan padaku
akankah esok hari kutunggu

Bandung, 26 November 2002

* Dimuat di cybersastra.net (24 Desember 2002)



MENCUMBU HUJAN

kucumbui hujan yang jatuh di pangkuan bumi
kurayu hingga tetes yang terakhir menari
di luar jendela kamarku
ingin kubiarkan rintiknya
menyirami sisa-sisa penatku
membasuh galau hatiku
sore ini…

Bandung, 27 November 2002



MENGUKIR MALAM

sendiri, mengukir malam
titipkan rindu pada bintang terkelam

tinggalkan jejak-jejak suci
mencari nada dalam kecapi hati

sendiri, mengukir malam
mendekap impian yang hampir tenggelam

sendiri…
mengukir malam…
merengkuh sepi…

Bandung, 27 November 2002



USAI SENJA

tirai-tirai malam mulai diturunkan
petikan dawai kecapi terdengar sendu
dan kata-kata pun menjadi kehilangan makna
hanya keakuankulah yang membuatku tetap berdiri
di sini, di bumi penantianku
saat senja telah berlalu

Bandung, 19 Januari 2003



PEREMPUAN BERWAJAH SENJA

dan mentari pun sembunyi di balik jubahnya
saat kau berjalan menuju singgasana
ribuan peri kecil ikuti langkahmu
dengan tangan menari, mencumbu sang waktu
o, perempuan berwajah senja
hadirlah slalu dalam mimpi-mimpi dewa cinta
beri kami secawan anggur asmara
mabukkan jiwa kami dalam pesonamu yang menjerat
hingga malam kembali menjemput
mengubur habis semua asa yang sempat melekat

Bandung, 4 Februari 2003



DI UJUNG SENJA

sempat kupotret bayanganmu
yang tergesa tinggalkan halaman berdebu
pada suatu senja kelabu
“Jangan kau catat alamatku,”
begitu selalu katamu
“Biarlah waktu yang menghitung rindu kita,
hingga penat menanti di ujung usia.”
aku pun mengangguk dalam keheningan aksara

Jakarta, 12 April 2003